Menurut
beberapa survey yang dilakukan berbagai macam LSM dalam maupun luar negeri
menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat toleransi
tertinggi. Kita tentunya patut bangga atas pencapaian ini. Terlepas atas dasar
apa LSM mengeluarkan statement semacam ini dan bagaimana metodenya. Sayang, isu
SARA sering muncul dan mengotori predikat ini.
Dengan
banyaknya budaya maupun tradisi yang ada di Indonesia, isu SARA mudah sekali
muncul. Isu-isu yang berkaitan dengan agama menjadi kasus yang sering terjadi.
Mulai dari penistaan agama sampai konflik berdarah sekalipun. Rasa-rasanya,
kasus semacam itu tidak ada tanda akan berhenti
Dan
kebanyakan dari pelaku SARA, kalau boleh saya katakan, memiliki pehamaman yang
masih dangkal. Dangkal dalam artian mereka tidak mau berpikir lebih jauh, masih
melihat sesuatu secara subjektif. Mereka
tidak ingin mengamati dan berpikir lebih dulu dan mudah menjustifikasi sesuatu
secara sembarangan.
Sebagai
umat beragama dengan jumlah mayoritas di negeri ini, tidak salah jika jilbab
indetik dengan agama islam dikarenakan hampir semua wanita muslim menggunakan
jilbab. Terlepas dari berbagai banyaknya model dan macam kain yang “menutupi”
aurat seorang wanita, orang-orang pasti akan satu suara menyebut itu
jilbab.
Ulasan
mas saeful tentang jilbab ini menarik. Beliau dengan jeli mampu melihat
fenomena “penistaan” ini sebagai sesuatu yang layak diberikan perhatian lebih.
Pandangan beliau agar tidak mudah menghina seseorang dikarenakan sesuatu yang
dia kenakan itu “menyalahi aturan”. Ketika suatu komoditas identik dengan ciri khas
agama tertentu, maka sudah bisa dipastikan orang-orang yang sirik dengan
penampilan seperti itu lantas mengeluarkan statement yang menimbulkan debat
kusir tak berkesudahan.
Fenomena
awam religious seperti ini tentunya patut diwaspadai. Perbuatan semacam ini
tentu bisa menggoyahkan persatuan kita dikarenakan sakit hati akibat hinaan
yang dikeluarkan. Apalagi jika hinaan itu disematkan kepada golongan minoritas,
tentu akan menjadi konflik horizontal tak berkesudahan.
Tidak
salah para founding father kita menjadikan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai
semboyan Negara Indonesia. Semboyan yang mampu memisah sekat suku ras dan
budaya ini sarat dengan makna bahwa seperti apapun kamu dengan latar
belakangmu, kita ini tetaplah saudara. Saudara yang dilahirkan dari rahim yang
sama, rahim ibu pertiwi.
Maka
dari itu, janganlah kita merusak persaudaraan yang terjalin selama ini dengan
perbuatan-perbuatan yang mencederai perasaan. Mari bersama-sama membangun
perspektif yang baik antar agama maupun suku. Kita berikan pemahaman yang baik
terhadap segala sesuatu. Agar kelak, kasus-kasus SARA yang sering menerpa
musnah dari negeri ini dan kita semua bisa hidup tenang menikmati kehidupan di
bumi pertiwi yang indah ini.
Solo, 19 Juni 2017
Mengomentari ulasan kawan di https://www.facebook.com/notes/saeful-achyar/mengembalikan-roh-jilbab-suara-merdeka-7122011/672465836107309/