Rabu, 12 Juli 2017

NASKAHKU #1



DRAMA KADER

Scene 1
Sore itu, di SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta sedang berlangsung latihan rutin Hizbul Wathan. Halam sekolah dipenuhi orang-orang berbaret hijau. Tali-temali dan tongkat bamboo menambah sesak suasana. Para pandu sibuk melaksanakan pioneering. Sore semakin seru akibat yel-yel yang selalu diteriakkan para pandu. Dibalik latihan yang mengasyikkan itu, terdapat seorang anak bernama Surya mengintip berjalannya kegiatan tersebut. Ia melewati halaman sekolah dengan senyum tersungging di wajahnya. Kepalanya dipenuhi uneg-uneg yang nantinya membuncah setibanya di rumah. 
Setibanya dirumah, surya berseru dengan riang…

Surya: (Masuk dengan terburu-buru) ibu, tadi di sekolah aku melihat anggota-anggota hizbul wathan melakukan kegiatan pionering, tangan mereka begitu cekatan membentuk wujud yang bermacam-macam dari tali dan tongkat, ada yang berbentuk piramida, ada juga yang berbentuk seperi menara, keren sekali! (Takjub)
Ibu: (Menyimak) oh iya? Wah terampil sekali mereka. Kalau mereka sudah lihai, berarti latihan mereka keras sekali.
Surya: pasti bu, mereka berlatih terus setiap sore. Halaman sekolah penuh dengan orang-orang berhasduk hijau. Kelak, saya juga akan berada di tengah-tengah kerumunan itu menggunakan hasduk hijau. (Yakin)
Ibu: Wah, jadi kamu ingin menjadi seorang pandu yaa?
Surya: tentu saja. Saya bercita-cita menjadi seorang pandu HW yang siap sedia menolong yang lemah!
Ibu: baiklah kalau begitu, ibu merestui …
Ayah: (keluar dari kamar tidur) hei, apa-apaan ini. Tidak ada pandu-panduan, mengerti? (Marah)
Surya: tapi yah…
Ayah: pelajar itu belajar, tak tahukah kau kegiatan mereka yang begitu banyak? Kegiatan yang menghambur-hamburkan uang itu hanya akan membuatmu lalai dari kewajiban sebagai pelajar!
Surya: tapi…
Ayah: pokoknya tidak boleh! (Membentak)
Surya: (ngambek) (pergi ke kamar)
Ayah: dan kau, jangan manjakan anakmu. Kebiasaanmu yang selalu mengiyakan setiap keinginannya membuat dia menjadi anak yang manja.
Ibu: (Berkelit) tapi, dia sudah dewasa yah, dia sudah sadar akan apa yang dia lakukan, lagipula dia sudah bertekad untuk…
Ayah: tekad apa? Kau percaya begitu saja, emosinya masih belum stabil, aku takut keasyikannya menjadi pandu membuatnya lalai dari tugas-tugasnya. (Marah)
Ibu: tapi, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler tidak selamanya buruk. Malah hal itu akan…
Ayah: membuat dia lupa tugas-tugas sekolahnya, membuat dia mengantuk di dalam kelas karena kecapaian. Itu efek kegiatan ekstrakurikuler. (Ngotot)
Ibu: tidak yah, tidak selamanya seperti itu…
Ayah: (Tegas) sudah, selalu saja membantah, pokoknya dia tidak boleh ikut kepanduan. (lalu duduk)
Ibu: (Terdiam)


Scene 2
Langit Kota Yogyakarta tidak pernah semenawan kala itu. Matahari yang perlahan tergelincir ke ufuk barat memberi siluet indah pendar-pendar warna khas senja. Rona senja yang menggantung di langit  semakin menambah hangat suasanan di halaman sekolah. Orang-orang berhasduk hijau membentuk barisan yang simetris jika dilihat dari atas.  Rona waspada tergambar di wajah mereka, bersiap menanti instruksi kakak Pembina. Mereka mematung di halaman, tak terkecuali surya di pinggir sana.

 Surya: (melamun menghadap halaman sekolah)
Kawan Surya 1: (mengagetkan) hayo, ngelamunin apa?
Surya: (terkejut) ah, kalian ini mengagetkanku saja
Kawan surya 1: yaa habis, tatapanmu kosong begitu, hati-hati kesambet.
Kawan surya 2: memangnya, apa yang kamu lamunkan, sur?
Surya: ayah melarangku untuk ikut Hizbul Wathan.
Kawan surya 2: loh, kenapa?
Surya: ayah bilang kegiatan mereka sia-sia dan akan menggangu belajarku.
Kawan surya 1: ealah, pantas saja kamu menatap halaman sekolah dengan tatapan kosong, rupanya larangan ayahmu membuatmu hanya bisa terdiam membisu melihat keseruan disana.
Surya: aku ingin sekali menjadi bagian dari mereka, tapi aku tidak berani membantah larangan ayahku karena takut menjadi anak durhaka.
Kawan surya 2: lebih baik, kau ikut kami bertemu anggota-anggota DKP, siapa tahu dengan mengobrol bersama mereka, bisa menyelesaikan masalahmu.

Mereka bertiga kemudian pergi bertemu kakak-kakak DKP. Di halaman, para pandu hizbul wathan berjejer rapi mengikuti instruksi komandan peleton. Gerak baris-berbaris mereka begitu rapi hingga membuat surya takjub. Di luar kelompok, terdapat kakak-kakak Pembina yang sedang memerhatikan dengan seksama dan berdiskusi satu sama lain. 

Kawan surya 2: selamat sore kakak, maaf mengganggu waktunya.
Pembina DKP 1: (Antusias) yaa ada apa?
Kawan surya 2: jadi begini, ini ada teman saya, namanya surya. Dia ingin sekali mengikuti kepanduan Hizbul Wathan. Tapi, keinginannya itu terhalang restu dari ayahnya.
Kawan Surya 1: (menambahi) iyaa, ayahnya melarang dia untuk mengikuti kepanduan Hizbul Wathan karena beliau takut surya melalaikan kewajibannya sebagai seorang pelajar.
Kakak Pembina DKP 2: benarkah begitu, surya? (Heran)
Surya: iyaa kak. Ayahku menganggap semua kegiatan di kepanduan itu sia-sia saja. (Takut)
Kakak Pembina DKP 1: sia-sia bagaimana? (Heran)
Surya: ya itu, hanya membuang-buang uang dan waktu saja. Tenaga juga bakal terkuras habis sehingga terbengkalai semua tugas.
Kakak Pembina DKP 2: ah, tidak juga sur. Dalam HW, kita benar-benar ditanamkan kedisiplinan, jadi kami sadar betul akan apa yang dilakukan, sadar batasan, dan tentu saja sudah kami perkirakan segala sesuatunya sehingga kewajiban sebagai seorang pelajar benar-benar bisa dituntaskan.
Kakak Pembina DKP 3: betul itu, dalam HW kamu nanti akan benar-benar digembleng dengan sungguh-sungguh, karaktermu akan dibentuk pada semua kegiatan HW sehingga kamu benar-benar menjadi Insan yang berkualitas dan tentu saja berakhlak mulia. Lagipula, HW selalu berpedoman kepada Al-Quran dan As-sunnah, bukankah disana terdapat nilai-nilai yang mulia? (Bijak)
Surya: iyaa sih kak, tapi… (Ragu)
Kakak Pembina DKP 1: tapi apa? Kau takut akan ayahmu?
Surya: (mengangguk)
Kakak Pembina DKP 1: ah iyaa juga, kalau orang tua tidak ridho, kegiatanmu nanti juga tidak bakal berkah.
Kakak Pembina DKP 3: hmm, begini saja, bagaimana jika selepas ini kita pergi ke rumahmu? Kami akan mencoba untuk meyakinkan ayahmu agar beliau mau mengijinkanmu mengikuti kepanduan hizbul wathan. Setuju?
Surya : Ngg Baiklah


Scene 3
Malam begitu tenang. Rumah-rumah begitu lengang. Penduduk kampung code terlihat asyik dengan kesibukan mereka masing-masing. Keheningan malam itu pecah akibat deru mesin rombongan dari sekolah. Mereka lalu berhenti di depan sebuah rumah bernomor 5. Salam diucapkan, lalu mereka masuk beriringan.

Ibu: walah, belum sempat kembali ke rumah yaa? Keliatan kusam hehe (Rombongan tersenyum)
Ibu: pasti lapar kan? Sudahlah akui saja, sudah ada yang bunyi tuh perutnya (Rombongan tertawa) yaa sudah, ibu siapkan minuman dan cemilan dulu untuk kalian. (Pergi)
Kakak Pembina DKP 2: maaf jika kami bertamu selarut ini, kami ingin menjalin silaturahmi sekaligus…
Ayah: jawabanku tetap tidak boleh.
(semua saling berpandangan)
Ayah: jadi, apakah surya sudah menceritakan semuanya kepada kalian?
Kakak Pembina DKP 2: iyaa pak.
Ayah: aku hanya tidak ingin anakku melalaikan kewajibannya sebagai pelajar.
Kakak Pembina DKP 1: kami mengerti pak. Kami menyandang baret ini, bukan berarti kami bisa seenak hati meninggalkan kewajiban sebagai pelajar. Kami tetaplah seorang pelajar pak. Kami tidak akan pernah berani meninggalkan tugas-tugas sekolah karena di HW kami diajari kedisiplinan.
Kakak Pembina DKP 2: betul pak, Baret ini juga merupakan sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab bahwa kami ini sebagai pelajar tetap harus mengutamakan kewajibannya. kami tidak akan berani melanggar itu karena di HW kami harus senantiasa suci dalam pikiran dan perbuatan.
Kakak Pembina DKP 3: HW mendidik para kadernya untuk setia dan dapat dipercaya pak, dan saya rasa hal itu ada dalam diri surya. Melihat tekadnya saja saya gentar, karena dia mengucapkan dari dalam hatinya.
Kawan Surya 1: iyaa pak, saya yakin surya orang yang dapat dipercaya. Dia pasti sudah memikirkan dengan cermat keinginannya mengikuti HW, lagipula, surya anak yang tekun, dia pasti mampu mengatur waktunya dengan baik. 
Ayah: benarkah begitu surya? (menyelidik)
Surya: (Bersemangat) benar ayah, aku ingin menjadi seorang Pandu HW karena ingin menjadi pribadi yang berkualitas lagi berguna. Saya tidak aka mengecewakan ayah dan yakin mampu berprestasi melalui HW!!!
Ayah: (Berpikir) (Menghela nafas) ibumu benar, kau anak yang benar-benar keras kepala akan tekadmu. Sulit sekali meluruhkan baja itu, dan melalui tuturanmu itu ayah menjadi yakin kau bisa memegang janjimu. Bagaimanapun, kau tetap anak ayah yang akan selalu aku dukung sekuat tenaga
Surya: terimakasih ayah!! (berlari memeluk ayahnya) (semua tersenyum lega)

Para pandu berbaris rapi. Wajah mereka cerah, secerah langit sore itu. Ada semangat baru yang tertular dari anggota baru.

Komandan Peleton: istirahat di tempaat, Graak!
Kakak Pembina DKP 3: Selamat sore teman-teman semua,kali ini kita memiliki anggota baru. Kepada Surya, silakan maju ke depan.
Surya: (Naik ke atas panggung) perkenalkan, Nama saya Surya. Saya mohon bimbingan dan kerjasamanya.
Kakak Pembina DKP 3: sambut dia dengan baik karena dia resmi menjadi anggota keluarga kita. (lalu mengalungkan hasduk)
Komandan peleton: Tepuk HW!! 

Tepuk HW bergema ke seluruh penjuru ruangan. Ada yang bergemuruh di dalam dada. Ada senyum yang enggan terlepas dari muka. Sore itu semua yang berada di halaman bahagia karena semangat anggota baru mereka. Tamat.  


 Yogyakarta, 25 Mei 2017




Senin, 19 Juni 2017

BALADA SECARIK KAIN



Menurut beberapa survey yang dilakukan berbagai macam LSM dalam maupun luar negeri menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan tingkat toleransi tertinggi. Kita tentunya patut bangga atas pencapaian ini. Terlepas atas dasar apa LSM mengeluarkan statement semacam ini dan bagaimana metodenya. Sayang, isu SARA sering muncul dan mengotori predikat ini. 

Dengan banyaknya budaya maupun tradisi yang ada di Indonesia, isu SARA mudah sekali muncul. Isu-isu yang berkaitan dengan agama menjadi kasus yang sering terjadi. Mulai dari penistaan agama sampai konflik berdarah sekalipun. Rasa-rasanya, kasus semacam itu tidak ada tanda akan berhenti

Dan kebanyakan dari pelaku SARA, kalau boleh saya katakan, memiliki pehamaman yang masih dangkal. Dangkal dalam artian mereka tidak mau berpikir lebih jauh, masih melihat sesuatu secara subjektif.  Mereka tidak ingin mengamati dan berpikir lebih dulu dan mudah menjustifikasi sesuatu secara sembarangan.

Sebagai umat beragama dengan jumlah mayoritas di negeri ini, tidak salah jika jilbab indetik dengan agama islam dikarenakan hampir semua wanita muslim menggunakan jilbab. Terlepas dari berbagai banyaknya model dan macam kain yang “menutupi” aurat seorang wanita, orang-orang pasti akan satu suara menyebut itu jilbab.   

Ulasan mas saeful tentang jilbab ini menarik. Beliau dengan jeli mampu melihat fenomena “penistaan” ini sebagai sesuatu yang layak diberikan perhatian lebih. Pandangan beliau agar tidak mudah menghina seseorang dikarenakan sesuatu yang dia kenakan itu “menyalahi aturan”.  Ketika suatu komoditas identik dengan ciri khas agama tertentu, maka sudah bisa dipastikan orang-orang yang sirik dengan penampilan seperti itu lantas mengeluarkan statement yang menimbulkan debat kusir tak berkesudahan. 

Fenomena awam religious seperti ini tentunya patut diwaspadai. Perbuatan semacam ini tentu bisa menggoyahkan persatuan kita dikarenakan sakit hati akibat hinaan yang dikeluarkan. Apalagi jika hinaan itu disematkan kepada golongan minoritas, tentu akan menjadi konflik horizontal tak berkesudahan. 

Tidak salah para founding father kita menjadikan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai semboyan Negara Indonesia. Semboyan yang mampu memisah sekat suku ras dan budaya ini sarat dengan makna bahwa seperti apapun kamu dengan latar belakangmu, kita ini tetaplah saudara. Saudara yang dilahirkan dari rahim yang sama, rahim ibu pertiwi. 

Maka dari itu, janganlah kita merusak persaudaraan yang terjalin selama ini dengan perbuatan-perbuatan yang mencederai perasaan. Mari bersama-sama membangun perspektif yang baik antar agama maupun suku. Kita berikan pemahaman yang baik terhadap segala sesuatu. Agar kelak, kasus-kasus SARA yang sering menerpa musnah dari negeri ini dan kita semua bisa hidup tenang menikmati kehidupan di bumi pertiwi yang indah ini. 

Solo, 19 Juni 2017
Mengomentari ulasan kawan di https://www.facebook.com/notes/saeful-achyar/mengembalikan-roh-jilbab-suara-merdeka-7122011/672465836107309/