DRAMA KADER
Scene 1
Sore itu, di SMA
Muhammadiyah 5 Yogyakarta sedang berlangsung latihan rutin Hizbul Wathan. Halam
sekolah dipenuhi orang-orang berbaret hijau. Tali-temali dan tongkat bamboo
menambah sesak suasana. Para pandu sibuk melaksanakan pioneering. Sore semakin
seru akibat yel-yel yang selalu diteriakkan para pandu. Dibalik latihan yang
mengasyikkan itu, terdapat seorang anak bernama Surya mengintip berjalannya
kegiatan tersebut. Ia melewati halaman sekolah dengan senyum tersungging di
wajahnya. Kepalanya dipenuhi uneg-uneg yang nantinya membuncah setibanya di
rumah.
Setibanya
dirumah, surya berseru dengan riang…
Surya: (Masuk dengan terburu-buru) ibu, tadi di sekolah
aku melihat anggota-anggota hizbul wathan melakukan kegiatan pionering, tangan
mereka begitu cekatan membentuk wujud yang bermacam-macam dari tali dan tongkat,
ada yang berbentuk piramida, ada juga yang berbentuk seperi menara, keren
sekali! (Takjub)
Ibu: (Menyimak) oh iya? Wah terampil sekali mereka.
Kalau mereka sudah lihai, berarti latihan mereka keras sekali.
Surya: pasti bu, mereka berlatih terus setiap sore.
Halaman sekolah penuh dengan orang-orang berhasduk hijau. Kelak, saya juga akan
berada di tengah-tengah kerumunan itu menggunakan hasduk hijau. (Yakin)
Ibu: Wah, jadi kamu ingin menjadi seorang pandu yaa?
Surya: tentu saja. Saya bercita-cita menjadi seorang pandu
HW yang siap sedia menolong yang lemah!
Ibu: baiklah kalau begitu, ibu merestui …
Ayah: (keluar dari kamar tidur) hei, apa-apaan ini. Tidak
ada pandu-panduan, mengerti? (Marah)
Surya: tapi yah…
Ayah: pelajar itu belajar, tak tahukah kau kegiatan
mereka yang begitu banyak? Kegiatan yang menghambur-hamburkan uang itu hanya
akan membuatmu lalai dari kewajiban sebagai pelajar!
Surya: tapi…
Ayah: pokoknya tidak boleh! (Membentak)
Surya: (ngambek) (pergi ke kamar)
Ayah: dan kau, jangan manjakan anakmu. Kebiasaanmu yang
selalu mengiyakan setiap keinginannya membuat dia menjadi anak yang manja.
Ibu: (Berkelit) tapi, dia sudah dewasa yah, dia sudah
sadar akan apa yang dia lakukan, lagipula dia sudah bertekad untuk…
Ayah: tekad apa? Kau percaya begitu saja, emosinya masih
belum stabil, aku takut keasyikannya menjadi pandu membuatnya lalai dari
tugas-tugasnya. (Marah)
Ibu: tapi, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler tidak
selamanya buruk. Malah hal itu akan…
Ayah: membuat dia lupa tugas-tugas sekolahnya, membuat
dia mengantuk di dalam kelas karena kecapaian. Itu efek kegiatan
ekstrakurikuler. (Ngotot)
Ibu: tidak yah, tidak selamanya seperti itu…
Ayah: (Tegas) sudah, selalu saja membantah, pokoknya dia
tidak boleh ikut kepanduan. (lalu duduk)
Ibu: (Terdiam)
Scene 2
Langit Kota
Yogyakarta tidak pernah semenawan kala itu. Matahari yang perlahan tergelincir
ke ufuk barat memberi siluet indah pendar-pendar warna khas senja. Rona senja
yang menggantung di langit semakin
menambah hangat suasanan di halaman sekolah. Orang-orang berhasduk hijau
membentuk barisan yang simetris jika dilihat dari atas. Rona waspada tergambar di wajah mereka,
bersiap menanti instruksi kakak Pembina. Mereka mematung di halaman, tak terkecuali
surya di pinggir sana.
Surya:
(melamun menghadap halaman sekolah)
Kawan Surya 1: (mengagetkan) hayo, ngelamunin apa?
Surya: (terkejut) ah, kalian ini mengagetkanku saja
Kawan surya 1: yaa habis, tatapanmu kosong begitu, hati-hati
kesambet.
Kawan surya 2: memangnya, apa yang kamu lamunkan, sur?
Surya: ayah melarangku untuk ikut Hizbul Wathan.
Kawan surya 2: loh, kenapa?
Surya: ayah bilang kegiatan mereka sia-sia dan akan
menggangu belajarku.
Kawan surya 1: ealah, pantas saja kamu menatap halaman sekolah
dengan tatapan kosong, rupanya larangan ayahmu membuatmu hanya bisa terdiam
membisu melihat keseruan disana.
Surya: aku ingin sekali menjadi bagian dari mereka, tapi
aku tidak berani membantah larangan ayahku karena takut menjadi anak durhaka.
Kawan surya 2: lebih baik, kau ikut kami bertemu anggota-anggota
DKP, siapa tahu dengan mengobrol bersama mereka, bisa menyelesaikan masalahmu.
Mereka bertiga
kemudian pergi bertemu kakak-kakak DKP. Di halaman, para pandu hizbul wathan
berjejer rapi mengikuti instruksi komandan peleton. Gerak baris-berbaris mereka
begitu rapi hingga membuat surya takjub. Di luar kelompok, terdapat kakak-kakak
Pembina yang sedang memerhatikan dengan seksama dan berdiskusi satu sama lain.
Kawan surya 2: selamat sore kakak, maaf mengganggu waktunya.
Pembina DKP 1: (Antusias) yaa ada apa?
Kawan surya 2: jadi begini, ini ada teman saya, namanya surya. Dia
ingin sekali mengikuti kepanduan Hizbul Wathan. Tapi, keinginannya itu
terhalang restu dari ayahnya.
Kawan Surya 1: (menambahi) iyaa, ayahnya melarang dia untuk
mengikuti kepanduan Hizbul Wathan karena beliau takut surya melalaikan
kewajibannya sebagai seorang pelajar.
Kakak Pembina
DKP 2: benarkah begitu,
surya? (Heran)
Surya: iyaa kak. Ayahku menganggap semua kegiatan di
kepanduan itu sia-sia saja. (Takut)
Kakak Pembina
DKP 1: sia-sia bagaimana?
(Heran)
Surya: ya itu, hanya membuang-buang uang dan waktu saja.
Tenaga juga bakal terkuras habis sehingga terbengkalai semua tugas.
Kakak Pembina
DKP 2: ah, tidak juga sur.
Dalam HW, kita benar-benar ditanamkan kedisiplinan, jadi kami sadar betul akan
apa yang dilakukan, sadar batasan, dan tentu saja sudah kami perkirakan segala
sesuatunya sehingga kewajiban sebagai seorang pelajar benar-benar bisa
dituntaskan.
Kakak Pembina
DKP 3: betul itu, dalam HW
kamu nanti akan benar-benar digembleng dengan sungguh-sungguh, karaktermu akan
dibentuk pada semua kegiatan HW sehingga kamu benar-benar menjadi Insan yang
berkualitas dan tentu saja berakhlak mulia. Lagipula, HW selalu berpedoman
kepada Al-Quran dan As-sunnah, bukankah disana terdapat nilai-nilai yang mulia?
(Bijak)
Surya: iyaa sih kak, tapi… (Ragu)
Kakak Pembina
DKP 1: tapi apa? Kau takut
akan ayahmu?
Surya: (mengangguk)
Kakak Pembina
DKP 1: ah iyaa juga, kalau
orang tua tidak ridho, kegiatanmu nanti juga tidak bakal berkah.
Kakak Pembina
DKP 3: hmm, begini saja,
bagaimana jika selepas ini kita pergi ke rumahmu? Kami akan mencoba untuk
meyakinkan ayahmu agar beliau mau mengijinkanmu mengikuti kepanduan hizbul
wathan. Setuju?
Surya : Ngg Baiklah
Scene 3
Malam begitu tenang. Rumah-rumah begitu lengang. Penduduk
kampung code terlihat asyik dengan kesibukan mereka masing-masing. Keheningan
malam itu pecah akibat deru mesin rombongan dari sekolah. Mereka lalu berhenti
di depan sebuah rumah bernomor 5. Salam diucapkan, lalu mereka masuk
beriringan.
Ibu: walah, belum sempat kembali ke rumah yaa? Keliatan
kusam hehe (Rombongan tersenyum)
Ibu: pasti lapar kan? Sudahlah akui saja, sudah ada yang
bunyi tuh perutnya (Rombongan tertawa) yaa sudah, ibu siapkan minuman dan
cemilan dulu untuk kalian. (Pergi)
Kakak Pembina
DKP 2: maaf jika kami bertamu
selarut ini, kami ingin menjalin silaturahmi sekaligus…
Ayah: jawabanku tetap tidak boleh.
(semua saling berpandangan)
Ayah: jadi, apakah surya sudah menceritakan semuanya
kepada kalian?
Kakak Pembina
DKP 2: iyaa pak.
Ayah: aku hanya tidak ingin anakku melalaikan
kewajibannya sebagai pelajar.
Kakak Pembina
DKP 1: kami mengerti pak. Kami
menyandang baret ini, bukan berarti kami bisa seenak hati meninggalkan
kewajiban sebagai pelajar. Kami tetaplah seorang pelajar pak. Kami tidak akan
pernah berani meninggalkan tugas-tugas sekolah karena di HW kami diajari
kedisiplinan.
Kakak Pembina DKP
2: betul pak, Baret ini
juga merupakan sebuah tanggung jawab. Tanggung jawab bahwa kami ini sebagai
pelajar tetap harus mengutamakan kewajibannya. kami tidak akan berani melanggar
itu karena di HW kami harus senantiasa suci dalam pikiran dan perbuatan.
Kakak Pembina
DKP 3: HW mendidik para
kadernya untuk setia dan dapat dipercaya pak, dan saya rasa hal itu ada dalam
diri surya. Melihat tekadnya saja saya gentar, karena dia mengucapkan dari
dalam hatinya.
Kawan Surya 1: iyaa pak, saya yakin surya orang yang dapat
dipercaya. Dia pasti sudah memikirkan dengan cermat keinginannya mengikuti HW,
lagipula, surya anak yang tekun, dia pasti mampu mengatur waktunya dengan baik.
Ayah: benarkah begitu surya? (menyelidik)
Surya: (Bersemangat) benar ayah, aku ingin menjadi seorang
Pandu HW karena ingin menjadi pribadi yang berkualitas lagi berguna. Saya tidak
aka mengecewakan ayah dan yakin mampu berprestasi melalui HW!!!
Ayah: (Berpikir) (Menghela nafas) ibumu benar, kau anak
yang benar-benar keras kepala akan tekadmu. Sulit sekali meluruhkan baja itu,
dan melalui tuturanmu itu ayah menjadi yakin kau bisa memegang janjimu.
Bagaimanapun, kau tetap anak ayah yang akan selalu aku dukung sekuat tenaga
Surya: terimakasih ayah!! (berlari memeluk ayahnya) (semua
tersenyum lega)
Para pandu
berbaris rapi. Wajah mereka cerah, secerah langit sore itu. Ada semangat baru
yang tertular dari anggota baru.
Komandan Peleton: istirahat di tempaat, Graak!
Kakak Pembina
DKP 3: Selamat sore
teman-teman semua,kali ini kita memiliki anggota baru. Kepada Surya, silakan
maju ke depan.
Surya: (Naik ke atas panggung) perkenalkan, Nama saya
Surya. Saya mohon bimbingan dan kerjasamanya.
Kakak Pembina
DKP 3: sambut dia dengan baik
karena dia resmi menjadi anggota keluarga kita. (lalu mengalungkan hasduk)
Komandan peleton: Tepuk HW!!
Tepuk HW bergema
ke seluruh penjuru ruangan. Ada yang bergemuruh di dalam dada. Ada senyum yang
enggan terlepas dari muka. Sore itu semua yang berada di halaman bahagia karena
semangat anggota baru mereka. Tamat.
Yogyakarta, 25 Mei 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar