Jumat, 09 Desember 2016

Bukit Bintang Yogyakarta

Once, four teenagers want to go on vacation. The foursome tired with coursework that spends the rest of the world for their age. They feel  need for holiday that young spirit them back.

 Luckily for them, a lecturer gives them a pleasant task. The task given the task is to do a picnic. Yaa picnic, you did not misread. The four of us were told to do recreational activities in an attractive spot. 

The four of us honestly confused, what are the attractions? Because, we thought, all these interesting places in Jogja. Diverse tourist destinations makes Yogyakarta worth visiting. We have problems deciding wanted a vacation where.

"I'd love to see sparkling star" Dita said to me. His remarks brought me out of my reverie. Yaa star, stargazing is now a rare hobby among young people because they are more interested to see the beam that is under their advance.


Down? Instantly, the words below into things that caught my attention. of the word that reminds me of the places that are excellent new privileged area. One place to begin the story of the friendship the four of us.

Why suddenly down into a very interesting word? Because under've always kept the charm of its own. Charm that might seem epic. The charm of sparkling lights exquisite formations. Parade accompanied urban light night breeze that floated tenderly.
 


"Ah, what if tomorrow Tuesday afternoon us to the hill star, going ga?" I tried to grab the attention of lely and Milang. They both nodded in agreement. Dita and Me then smiled.

Bukit star name. A place on the hill in the line of hills on the border of Yogyakarta Gunungkidul-this being one good spot to enjoy the beauty of the night the city of Yogyakarta. Hill is located in the district was originally Wonosari is a rest area. Realizing the potential of the panorama presented when taking a break at this point, the district government Gunungkidul renovate this place to make it look neat and comfortable so that visitors are interested in and linger here.
 


 That afternoon, the four of us decided to go there on a motorbike. Equipped with two motors and pocket money as needed, we started the journey. We go hand in hand there, with robustly-Milang position as leader. We enjoyed the trip were quite reached within 30 minutes.

We were not at the location at 17:30. when he got there, we immediately issued a magic wand to produce images that cross-eyed. With our flagship pose each, 5 pieces wefie photo with a background article "Bukit Bintang" success Milang stored in phone memory. After Satisfied fulfill the desire to capture the moment how rupawannya our faces, it was not beautiful if the bodily needs are not met. We need to eat.


We decided to fill the stomach at one of the taverns that are under the mosque. The shop is small, but has a good spot to see the beauty of the night city yogya. Although shaped cross-legged, the situation is very clean. The lights were installed deliberately dim light so that the charm of the city did not lose.

That night, we ordered fried rice and noodle soup to accompany chat. The food served is very tasty. The selection of savory rice and seasoning for fried rice also feels right. Warmth is served every food matched against the wind that blows cool air.


Accompanied by a glass of hot chocolate, we did a fairly intense conversation. Discussions about the lecture until trivial things on campus. Issues discussed romance is also not spared, especially about CINLOK and LDR. Hahaha, you know, lament new college student.


Suddenly, the adhan for Isha 'reverberate from mushollah which is above our shop. Adhan bodes been almost 60 long minutes the four of us to be here. It's time we went back to their respective homes. Feels very short, but we are still happy because this is the star on the hill we can understand each other. Bukit Save to save our stories. :)  

Jumat, 02 Desember 2016

BERDAMAI DENGAN HUJAN






Indonesia merupakan negara agraris. Kalimat ini sering kita dengar dimana-mana. Dengan luas wilayah yang terhampar luas dari ujung timur sampai barat ini membuat kebanyakan penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.  Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian.  


Sebagai negara agraris, tentunya komoditi ekspor utama kita pastilah hasil pertanian. Kenyataannya tidak seperti itu. Jangankan ekspor, untuk memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri saja kita musti mengimpor dari negara lain. Sayur-mayur hingga beras impor memenuhi kios-kios di negara kita. Padahal, negara yang memasok kebutuhan pangan kita memiliki luas wilayah yang lebih kecil dari kita. 

Bagaimana hal  ini bisa terjadi? Lagi-lagi, keterbelakangan alat pertanian dan mahalnya harga pupuk menjadi kambing hitam. Kurangnya inovasi dari para petani juga menjadi penyebab kenapa hasil pertanian kita kalah kualitas dari negara-negara tetangga. 

Dari sekian banyak masalah yang terjadi dalam dunia pertanian Indonesia, kita lupa akan satu hal penting yang jika kita tidak menjaganya mungkin akan menjadi bencana yang tak terelakkan, yaitu air. Air sering menjadi persoalan utama dalam kehidupan sehari-hari. Karena bagaimanapun kelangsungan hidup setiap makhluk  amat berkaitan dengan air yang dikonsumsi. Maka dari itu ketersediaan air yang ada harus dilindungi dan dilestarikan.
 
Indonesia merupakan negara yang memiliki 2 musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Negara yang beriklim tropis dan berbentuk kepulauan ini hampir separuh wilayahnya dikelilingi oleh laut. Dengan wilayah yang terkepung lautan, otomatis kebutuhan akan air tawar menjadi penting. Sumber air tawar yang sering digunakan adalah air tanah. Air tanah sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari manusia. 

Kebutuhan akan air tanah di Indonesia terhitung tinggi, tercatat perumahan, hotel, hingga restoran  menggunakan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Hal ini tentu membahayakan karena bersaing dengan para petani yang juga menggunakan air tanah untuk menyirami ladangnya. Padahal, Kita tidak bisa terus-menerus mengadalkan air tanah karena persediaannya yang terbatas. 

Untuk mengakali hal tersebut, petani kita memiliki beragam cara untuk mengatasinya. Para petani memakai kearifan lokal daerahnya masing-masing agar hasil tani mereka memuaskan. Dalam hal ini, mereka memakai perkiraan musim yang telah turun-temurun digunakan sejak jaman nenek moyang. 

Kebanyakan petani di Indonesia mengandalkan musim. Di pulau jawa, para petani menggunakan pranata mangsa untuk mengira-ngira kapan waktu yang tepat untuk memulai masa tanam. Pranata mangsa sendiri merupakan system tanam yang digali dari kearifan lokal tiap daerah dengan menghitung masa curah hujan.

Tapi, yang namanya musim sekarang ini sangat sulit untuk diprediksi. Musim hujan kadang tak tentu, musim kemarau apalagi. Malah sekarang musim hujan bertukar masa dengan musim kemarau. Tentu saja ini merubah perkiraaan yang telah ada.

Akibat musim yang tidak menentu, petani mengalami kerugian yang sangat besar. Dimana-mana terjadi Gagal panen. Kekeringan dan bencana alam seperti banjir bandang menjadi penyebab utama terjadinya gagal panen. Hal ini selalu terjadi berulang kali karena kita tidak mempersiapkan segala sesuatunya untuk menanggulanginya.. Untuk mengantisipasi musim yang tidak menentu inilah perlu dibuat infrastruktur yang mampu untuk mengatasi ketersediaan air di tiap wilayah.

Pembuatan embung menjadi salah satu solusi jitu. Keberadaan embung di daerah-daerah pertanian yang subur menjadi faktor utama yang menunjang keberlangsungan hidup tanaman. Apalagi jika embung tersebut dibangun di daerah yang sulit air, bisa menjadi penyelamat daerah tersebut.

Tidak perlu mengeluarkan banyak uang untuk membuat embung, cukup sederhana saja. Gali tanah hingga membentuk cekungan dan melapisinya dengan terpal anti bocor. Embung yang dibangun untuk menampung air hujan diharapkan mampu menjadi sumber persediaan air. Idealnya, embung dibangun di tempat yang lebih tinggi dari lahan pertanian di sekelilingnya. Dengan demikian, pembagian air cukup menggunakan gaya gravitasi bumi untuk mengairi lahan pertanian. 

Saat semua embung sudah berhasil dibangun. Air hujan akan memenuhi embung dan membasahi lahan petani dari air yang mengalir turun dari embung yang ada. Lahan milik para petani pun tidak kekurangan air dan tentu saja, petani tidak usah menyewa mesin pompa air untuk menyedot air tanah. 

Ketika embung sudah berhasil dibangun, langkah selanjutnya yang tak kalah penting yaitu irigasi. Irigasi menjadi hal yang penting. Kenapa penting? Karena pengairan yang lancar berawal dari system irigasi yang baik. Setidaknya, irigasi yang dibangun mampu untuk membagi laju aliran air agar distribusi air yang masuk ke lahan-lahan milik petani bisa merata. Irigasi yang baik juga bermanfaat untuk mengatur aliran air agar tidak membajiri lahan petani dan mampu mengalir sampai ke hulu.

Kesiapan infrastruktur harus dibarengi dengan perawatan yang maksimal. Kelemahan bangsa ini yaitu tidak awetnya infrastruktur yang ada. Perawatan yang berkelanjutan juga mendukung keberhasilan pertanian. Peran serta masyarakat untuk merawat infrastruktur yang telah tersedia menjadi kewajiban bersama. Maka ketika itu semua telah terwujud, pertanian Indonesia mampu menuju ke jenjang yang lebih baik dari sebelumnya.

Indonesia pernah berjaya karena pertaniannya. Mimpi Indonesia swasembada pangan bukanlah angan-angan belaka ketika itu terjadi pada tahun 1980-an. Ketika cadangan pangan kita terutama beras sangat melimpah bahkan mampu diekspor ke luar negeri. peristiwa tersebut merupakan prestasi yang membanggakan, namun hal itu tidak mampu bertahan lama.  Hampir dua dasawarsa lebih kita menunggu mimpi ini terwujud kembali. Swasembada pangan kembali menjadi hal yang mutlak. Menjadi sebuah keharusan seluruh pihak untuk bersinergi dan berkomitmen tinggi untuk mencapai itu semua. 

            Bukan tidak mungkin dalam waktu dekat hasil pertanian Indonesia mampu menjadi komoditi unggulan dan disukai di berbagai negara karena kualitasnya yang tidak kalah bagus. Menjadi sebuah kebanggan tersendiri ketika negara kita mampu menjamin ketersediaan pangan untuk seluruh umat manusia.  Sungguh mulia sekali bukan ? Jayalah taniku, makmurlah negeriku.

***(AL)***