Momen pergantian tahun sama dengan momen memulai
lembaran baru. Anggapannya, dengan dimulainya lembaran baru, kita seperti
kertas putih yang tidak ada noda satu titikpun yang berarti tidak boleh ada
satu pun kesalahan yang patut untuk dilakukan di tahun baru yang akan dilewati,
atau lebih tepatnya tidak boleh mengulang kesalahan yang sama seperti di tahun
kemarin. Tahun kemarin kita sudah tutup buku.
Tidak ada hal yang lebih menyenangkan untuk berkeluh
kesah selain melalui tulisan. Menulis adalah cara untuk memahami kehidupan. Sebuah
tulisan mampu mempengaruhi setiap insan yang membacanya dan tentu saja,
tersimpan kebaikan yang berlipat ganda jika tulisan itu mampu memberi efek
positif kepada si pembaca. Sebuah tulisan hadir sebagai akibat dari proses
pemikiran akan keresahan-keresahan hidup yang dijalani.
Berat rasanya untuk memulai tulisan ini karena
memang kondisinya serba tidak mengenakkan. Hingar-bingar pesta akhir tahun
membuat bising dalam kepala hingga 7 hari sebelum dan sesudahnya. Kondisi yang
tidak mengenakkan inilah yang menghambat inspirasi datang, atau mungkin lebih
tepatnya menghambat inspirasi enggan menghampiri si penulis karena larut dalam
kemeriahan pergantian tahun. Inspirasi dibutuhkan untuk menggerakan maksud dari
tulisan ini.
Yaa namanya juga kontemplasi. Tulisan inipun dibuat
melalui beberapa tahap meng-“kontemplasi”-kan diri. Mencoba meresapi apa yang
sudah dan baru saja terjadi.
Kebetulan, akhir desember lalu aku mampir ke
kontrakan salah satu kawan. Di kamar anak psikologi itu, kami berbagi cerita
dan bertukar pikiran mengenai banyak hal, mulai dari yang remeh hingga yang
perlu dipikir sedikit menggunakan hati. Siang terasa makin hangat akibat
obrolan 2 anak manusia yang berbeda takdir.
“Buatlah sedikit perbedaan diantara perbedaan tiap
diri individu” ujarnya sambil menyimpul senyum di akhir kalimatnya. Senyap
sesaat, kemudian pecahlah keheningan siang itu. Aku yang sembari tadi menyimak
dengan takzim dibuatnya takjub.
Benar juga yang diucapkan kawanku itu. Buatlah
sedikit perbedaaan di tiap perbedaan yang dimiliki oleh tiap individu. Hanya
perbedaan kecil yang dibutuhkan. Perbedaan kecil yang nantinya akan membuat
diri kita berbeda dengan pribadi lainnya. Untuk apa mati-matian merubah diri
secara besar-besaran kalau kenyataannya malah tidak konsisten di akhir. Goyah
selama proses berubah itu. Merasa lebih nyaman dengan dirinya yang dulu.
Kau tahu, sesungguhnya, kehilangan terbesar itu
adalah kehilangan orisinalitas diri. Kehilangan jati diri hanya untuk menarik
perhatian orang banyak. Mengharapkan sebuah impresi dari orang-orang terdekat.
Berusaha menghilangkan kekhasan diri kita yang tanpa disadari itu menjadi ciri
khas dalam diri pribadi seseorang.
Bersikaplah seperti biasa, pertahankan cirimu dan
jadikan masa lalumu sebagai pelecut semangat. Beri sedikit perbedaan dari
tingkah lakumu sehari-hari. Jika kamu sudah terbiasa melakukan
kebiasaan-kebiasaan baik, lanjutkanlah kebiasaanmu itu karena sungguh
kebiasaan-kebiasaan baikmu di masa lalu itulah yang akan membuat rindu. Rindu
akan masa lalumu yang dipenuhi kebaikan.
Tidak usah gusar akan banyak hal. Jaman memang
berubah dengan sangat cepat. Hadapi saja. Kita tidak bisa menunda peluru masuk
ke dalam tubuh kita. Siap tidak siap harus siap karena keberuntungan itu hanya
datang kepada mereka yang siap.
Teringat kata seorang teman di salah satu sudut
kenangan di kota gudeg. Dia bilang bahwa semua bergerak di posisinya
masing-masing. Allah udah atur itu. Ah sejuk memang ucapannya di malam terakhir
di tahun 2016.
Sejatinya , orang yang menulis atau bercerita
motivasi, dirinya sendirilah yg butuh motivasi. Memotivasi dirinya sendiri. hehehe,
tau kan maksudnya? Yaa beginilah tulisan ini, tulisan yang lahir dari proses
mengkontemplasikan diri yang saya anggap panjang.
Terakhir, selamat menikmati tahun 2017. Selamat
memulai lembaran baru bersama dia yang lama, wuehehehehehehe...
Baciro, 17 Januari 2017