Jumat, 20 Januari 2017

KONTEMPLASI



Momen pergantian tahun sama dengan momen memulai lembaran baru. Anggapannya, dengan dimulainya lembaran baru, kita seperti kertas putih yang tidak ada noda satu titikpun yang berarti tidak boleh ada satu pun kesalahan yang patut untuk dilakukan di tahun baru yang akan dilewati, atau lebih tepatnya tidak boleh mengulang kesalahan yang sama seperti di tahun kemarin. Tahun kemarin kita sudah tutup buku.

Tidak ada hal yang lebih menyenangkan untuk berkeluh kesah selain melalui tulisan. Menulis adalah cara untuk memahami kehidupan. Sebuah tulisan mampu mempengaruhi setiap insan yang membacanya dan tentu saja, tersimpan kebaikan yang berlipat ganda jika tulisan itu mampu memberi efek positif kepada si pembaca. Sebuah tulisan hadir sebagai akibat dari proses pemikiran akan keresahan-keresahan hidup yang dijalani. 

Berat rasanya untuk memulai tulisan ini karena memang kondisinya serba tidak mengenakkan. Hingar-bingar pesta akhir tahun membuat bising dalam kepala hingga 7 hari sebelum dan sesudahnya. Kondisi yang tidak mengenakkan inilah yang menghambat inspirasi datang, atau mungkin lebih tepatnya menghambat inspirasi enggan menghampiri si penulis karena larut dalam kemeriahan pergantian tahun. Inspirasi dibutuhkan untuk menggerakan maksud dari tulisan ini.

Yaa namanya juga kontemplasi. Tulisan inipun dibuat melalui beberapa tahap meng-“kontemplasi”-kan diri. Mencoba meresapi apa yang sudah dan baru saja terjadi.

Kebetulan, akhir desember lalu aku mampir ke kontrakan salah satu kawan. Di kamar anak psikologi itu, kami berbagi cerita dan bertukar pikiran mengenai banyak hal, mulai dari yang remeh hingga yang perlu dipikir sedikit menggunakan hati. Siang terasa makin hangat akibat obrolan 2 anak manusia yang berbeda takdir.

Buatlah sedikit perbedaan diantara perbedaan tiap diri individu” ujarnya sambil menyimpul senyum di akhir kalimatnya. Senyap sesaat, kemudian pecahlah keheningan siang itu. Aku yang sembari tadi menyimak dengan takzim dibuatnya takjub. 

Benar juga yang diucapkan kawanku itu. Buatlah sedikit perbedaaan di tiap perbedaan yang dimiliki oleh tiap individu. Hanya perbedaan kecil yang dibutuhkan. Perbedaan kecil yang nantinya akan membuat diri kita berbeda dengan pribadi lainnya. Untuk apa mati-matian merubah diri secara besar-besaran kalau kenyataannya malah tidak konsisten di akhir. Goyah selama proses berubah itu. Merasa lebih nyaman dengan dirinya yang dulu.

Kau tahu, sesungguhnya, kehilangan terbesar itu adalah kehilangan orisinalitas diri. Kehilangan jati diri hanya untuk menarik perhatian orang banyak. Mengharapkan sebuah impresi dari orang-orang terdekat. Berusaha menghilangkan kekhasan diri kita yang tanpa disadari itu menjadi ciri khas dalam diri pribadi seseorang.

Bersikaplah seperti biasa, pertahankan cirimu dan jadikan masa lalumu sebagai pelecut semangat. Beri sedikit perbedaan dari tingkah lakumu sehari-hari. Jika kamu sudah terbiasa melakukan kebiasaan-kebiasaan baik, lanjutkanlah kebiasaanmu itu karena sungguh kebiasaan-kebiasaan baikmu di masa lalu itulah yang akan membuat rindu. Rindu akan masa lalumu yang dipenuhi kebaikan.



Tidak usah gusar akan banyak hal. Jaman memang berubah dengan sangat cepat. Hadapi saja. Kita tidak bisa menunda peluru masuk ke dalam tubuh kita. Siap tidak siap harus siap karena keberuntungan itu hanya datang kepada mereka yang siap.

Teringat kata seorang teman di salah satu sudut kenangan di kota gudeg. Dia bilang bahwa semua bergerak di posisinya masing-masing. Allah udah atur itu. Ah sejuk memang ucapannya di malam terakhir di tahun 2016.

Sejatinya , orang yang menulis atau bercerita motivasi, dirinya sendirilah yg butuh motivasi. Memotivasi dirinya sendiri. hehehe, tau kan maksudnya? Yaa beginilah tulisan ini, tulisan yang lahir dari proses mengkontemplasikan diri yang saya anggap panjang.

Terakhir, selamat menikmati tahun 2017. Selamat memulai lembaran baru bersama dia yang lama, wuehehehehehehe...

Baciro, 17 Januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar