Tahun ini, UGM sedang mengadakan hajatan besar. Hajatan 5 tahun sekali ini membuat lingkungan bulaksumur menjadi bergairah. Menggerakkan semua unsur untuk bergerak secara simultan. Kompleks balairung pun riuh dengan antusiasme khalayak yang berminat atau sekadar ingin tahu hajatan apa itu. Hajatan bernama Pemilrek itu pun makin besar gaungnya hingga sampai ke telingaku.
Pekan ini, 8 bakal calon rektor sudah berkumpul. Tersebutlah Prof. Ir. Panut Mulyono, M. Eng., D.Eng., Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA., DEA., Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro, M.Soc.Sc., Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si., dr. Rr. Titi Savitri Prihatiningsih, M.Med.Ed., Ph.D., Dr. Drs. Paripurna, S.H., M.Hum., LL.M., dan Prof. Ir. Nizam, M.Sc., Ph.D. Persyaratan administrasi sudah terverifikasi. Mereka resmi menjadi petarung di ajang 5 tahunan kali ini.
Rektor bukanlah sosok yang sempurna. Dia yang mampu menebus semua persyaratan yang diajukan panitia kerja hanyalah manusia biasa. Tentu saja mereka memiliki kelemahan tersendiri dibalik keagungan yang mereka miliki melalui karya-karyanya untuk negeri. Rektor juga butuh seseorang yang mau dan peduli untuk membuat UGM tetap menjadi pelopor di segala aspek.
Saya, Selama kurang lebih setengah tahun menjadi mahasiswa, sudah tahu bagaimana kehidupan mahasiswa di kampus ini, hiruk pikuk dunia perkuliahan, dan isu-isu yang beredar di sekitar kampus. Mudah rasanya untuk mengerti kenapa mahasiswa giat berdialektika di media social karena memang lingkungan UGM mendukung untuk hal itu terjadi dikarenakan banyak peristiwa yang terjadi tiap harinya.
Sangat sulit jika menguraikan bagian mana dari permasalahan
di kampus ini yang menyebalkan. Setiap kebijakan yang diambil oleh jajaran
rektorat membekas dalam ingatan tiap mahasiswa yang menganggap itu sebagai
sesuatu yang tidak solutif dan tidak berpihak kepada rakyat. Termasuk maraknya
pembangunan yang disokong oleh pemodal berkantong tebal yang dianggap mahasiswa
sebagai bentuk lain dari kapitalisasi pendidikan. Entahlah, sudah berapa banyak
diskusi dan rilis kajian yang dikeluarkan mahasiswa untuk menanggapi kebijakan
jajaran pimpinan kampus.
UGM juga bisa lupa, mengingat usianya yang kini menginjak kepala enam. Bisa jadi, UGM terlalu jemawa karena karya-karya yang dihasilkannya mampu menuntaskan permasalahan yang mendera negeri ini hingga lupa masalah internalnya belum teratasi dengan cemerlang.
Semua orang memiliki harapan besar kepada para calon rektor agar benar-benar menjadi sosok Ratu Adil. Rektor baru diharapkan mampu memberi perubahan signifikan. Menjadi harapan semua orang, termasuk saya, kepada para calon rector, untuk benar-benar menuntaskan masalah kampus dengan solusi yang menyenangkan banyak pihak. UGM itu unik dan saya yakin ke 8 calon rektor itu tahu bagaimana harus menghadapinya melihat rekam jejak mereka yang berkecimpung di lingkungan kampus sudah sangat lama. Sang calon rektor tentu sudah paham betul wilayah permainannya.
Jika teman-teman termasuk orang yang nyinyir dengan keberanian
sang calon rektor dalam mendaftarkan diri sebagai bakal calon rektor dan
menganjurkan ia untuk focus menuntaskan permasalahan fakultas dan menunaikan
janji yang pernah dia ucapkan selama menjabat di lingkungan structural apapun
di kampus ini, maka keseriusan niatnya untuk menjadi rektor UGM menurut saya
telah dibuktikan dengan kesediaannya mendaftarkan diri, membawa inovasi baru, yang
diharapkan mampu membuat kampus perjuangan ini makin mengakar kuat menjulang
tinggi.
Satu hal lain yang menarik, yang saya temukan saat mencari-cari
informasi seputar pemilrek di dunia maya akhir-akhir ini adalah bahwa mahasiswa
UGM tetap mencurahkan keresahannya selama berkutat di kampus biru dengan
tulisan-tulisan bermutu walau mereka tahu tidak memiliki andil dalam memilih
rektor dan pengambilan kebijakan kampus. Artinya, tulisan yang ditulisnya bukan
semata-mata untuk dirinya, namun juga untuk seluruh civitas akademika, dan
Kampus UGM itu sendiri. Mereka adalah perlambang dari ketulusan dan kesungguhan
akan arti penting kepedulian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar