Mudah Saja
Syahdan,
tepat dibulan ini aku lulus. Usai sudah perjalananku selama 3 tahun dalam
balutan seragam putih-biru. Banyak pengalaman yang aku dapatkan. Terselip
beberapa kisah istimewa diantara sekian banyak peristiwa yang aku alami selama
berseragam SMA.
Secara
keseluruhan, semua peristiwa yang aku alami itu memiliki makna tersendiri. Tapi
kalau boleh aku memilih mana yang terbaik, maka dengan senang hati aku akan
memilih pengalamanku ketika menjadi santri di salah satu perguruan muhammadiyah
yang paling awal didirikan kh ahmad dahlan dan secara resmi diakui oleh
pemerintah colonial belanda pada saat itu..
Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta, itulah Nama
resmi sekolahku. Karena rumit dan terlalu panjang, orang biasanya cukup menyebutnya
dengan sebutan Mu'allimin atau Muin, atau M3in (baca : emgain). Terletak di Jl.
Let. Jen. S. Parman No. 68, Ketanggungan, Wirobrajan, Yogyakarta 55012. Sekitar
3 km dari nol kilometer (pusat kota Yogyakarta).
Sekolah yang berdiri sejak tahun 1920 ini pada awalnya
didirikan untuk mencetak guru sesuai dengan namanya, Muallimin. Tapi seiring
perkembangan zaman, sekolah ini ditetapkan sebagai pusat pendidikan kader
muhammadiyah. Madrasah Muallimin yang menganut konsep pondok pesantren dengan
jenjang pedidikan 6 tahun mulai dari MTS sampai MA ini telah mencetak banyak
kader muhammadiyah, sebagai contoh Buya Syafii Maarif.
Yah
walaupun aku tidak berhasil menuntaskan masa baktiku di muallimin selama 6
tahun, aku mendapat banyak sekali pelajaran, bukan hanya pelajaran formal yang
diajarkan di ruang kelas saja, melainkan pelajaran tentang kehidupan yang
ditularkan melalui tutur kata maupun perilaku ustad-ustadku di madrasah.
Ah,
Aku jadi teringat sebuah kisah, bukan kisah sebenarnya, sebut saja sebuah
inspirasi dari pondok pesantren yang aku banggakan ini. Ada salah seorang pegawai
di madrasah yang sangat aku kagumi, pak arini, begitu biasanya warga sekolah
memanggil beliau. Selama bersekolah di muallimin, aku tidak pernah tahu siapa
nama lengkap beliau beserta alamatnya. Aku
lebih suka memanggil beliau dengan panggilan ustad. Walau bukan guru,
tampilan luar beliau lebih menunjukkan beliau sebagai guru, guru yang sangat
bersahaja.
Beliau
bekerja sebagai kepala tata usaha di muallimin. Beliau ini dikenal sebagai
orang yang santun lagi ramah. Beliau termasuk pegawai yang ulet dalam bekerja.
Ada
satu kebiasaan beliau yang sudah dipahami betul oleh seluruh warga sekolah.
Yaitu ketika jarum jam menunjukkan angka 9, maka sudah bisa dipastikan beliau
keluar dari ruang kerjanya dan langsung menuju ke masjid untuk mendirikan
sholat dhuha.
Nah
disinilah letak keistimewaan ustad arini, ketika selesai sholat dan berdzikir,
beliau tidak langsung beranjak dari masjid, akan tetapi beliau bangkit untuk
membersihkan masjid. Yaa membersihkan masjid dengan tangan beliau sendiri.
Sering beliau membungkukkan badan, berjongkok untuk mengambil remah-remah kecil
yang terdapat di sajadah. Tidak sungkan membersihkan sarang laba-laba yang
menggantung di sudut ruangan, dan tidak sungkan membersihkan tempat wudhu yang
kotor.
Keteladan
itu tidak hanya berhenti sampai situ, saat kembali ke ruang kerjanya, ketika
melihat ada daun maupun sampah plastic yang tercecer di lingkungan madrasah pun
beliau tidak sungkan untuk memungutnya dengan tangan dan memasukkan nya ke
dalam tempat sampah.
Subhanallah,
betapa mulia perbuatan yang beliau lakukan. Sering aku memergoki beliau
melakukan itu semua tanpa terlihat malu di raut mukanya. Beliau tidak sungkan
untuk melakukannya seorang diri, padahal beliau bisa menyuruh tenaga kebersihan
sekolah untuk melakukannya.
Semenjak
melihat kebiasaan beliau tersebut, hatiku tergugah. Bahwa memang kita ini
disebut sebagai khalifah fil ard, dianggap sebagai ciptaan allah yang paling
sempurna, karena memang dengan akal yang diberikan allah inilah kita mampu
menggerakkan anggota tubuh kita, mampu membedakan mana yang baik dan buruk, dan
dengan itu semua kita bisa mencegah kemungkaran dan merawat bumi allah ini agar
selalu lestari.
Hey kawan lihatlah sekitarmu, lihatlah sekelilingmu. Allah
telah memberikan alam yang begitu indah kepada kita hingga orang-orang asing
iri kepada pesona alam negeri kita.
Kepingan surga yang jatuh kedunia ini bisa menjadi daya tarik untuk
mengangkat derajat bangsa kita dari berbagai sisi. Sayang, terkadang kita
sampai lupa diri untuk merawatnya karena saking seringnya menceburkan diri kita
dalam kesenangan. Padahal jika kita kehilangan itu, kita baru sadar bahwa itu
hal yang sangat istimewa.
Ketika semua hal itu
terjadi, mendadak semua orang kompak bersuara. Ribut sekali. Kompak mengucap
koor senada atas kerusakan alam yang terjadi akibat sampah yang ditinggalkan
manusia.
Cukuplah semua dimulai dari kita
sendiri, asah kepekaan social kita. Cegah kemungkaran itudengan anggota gerak
yang allah berikan kepada kita. Bukankah nabi pernah bersabda: “Barangsiapa
di kalangan kamu melihat kemungkaran hendaklah mengubah dengan tangannya, jika
tidak mampu, maka dengan lidahnya dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya dan
demikian itu adalah selemah-lemah iman.”
Sebenarnya,
sudah sering kita dengar berbagai slogan tentang pentingnya menjaga kebersihan,
Segala upaya sudah dilakukan agar keadaan kembali seperti yang diinginkan. Apa
pun itu caranya, untuk mengubahnya. Entah itu Melalui poster, video kreatif,
konser amal, dan berbagai kegiatan social telainnya. namun semua itu belum
mampu mewujudkan mimpi untuk benar-benar terbebas dari sampah.
Rencana
Indonesia bebas sampah tahun 2020 agaknya bukanlah omong kosong belaka. Program
yang diinisiasi oleh kementerian lingkungan hidup pada awal februari kemarin
mendapat respon yang positif dari seluruh masyarakat. Banyak LSM yang bersedia
mengawal program tersebut dan semakin gencar pula kampanya akan penting menjaga
lingkungan dari sampah.
Hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah mulai sadar dan ikut tergerak untuk
membebaskan lingkungannya dari sampah. Tidak usahlah kita saling menyalahkan,
apalagi menunggu pemerintah untuk segera menangani berbagai persoalan sampah di
negeri ini seorang diri. Ayo kita gerakkah diri kita, menjadikan diri kita
sebagai teladan. Biasakan diri kita untuk mulai membuang sampah pada tempatnya,
memungut sampah yang tercecer dengan tangan kita sendiri, atau mengubahnya
menjadi barang yang berharga. Ketika semua hal itu sudah menjadi kebiasaan
kita, maka setiap orang yang melihat ke diri kita akan tersugesti dan ikut
tergerak.
Jadi, apa perlu alasan
lagi untuk menunda berbuat baik ? Ayo Bergerak !!
---[Al]---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar