Sastra di Indonesia
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dari tahun ke tahun, jumlah karya
yang diterbitkan berlipat ganda. Pengarang-pengarang baru pun mulai bermunculan. mereka memiliki latar belakang yang
berbeda-beda. Setiap pengarang pun memiliki gaya kepenulisannya yang khas
hingga mampu memikat hati para pembaca setianya.
Perjalanan sastra Indonesia turut diwarnai dengan
hadirnya sosok-sosok penulis dari kalangan perempuan. Tercata, para penulis perempuan
tersebut sudah mulai berkarya sejak zaman perjuangan. sebut saja … dengan
karya… hingga zaman sekarang. Karya yang mereka hasilkan memuat topic yang
beragam, rata-rata mengangkat isu perempuan dalam kehidupan social masyarakat.
Penulis wanita tersebut melakukannya dengan cara mereka masing-masing.
Dari sekian banyak penulis wanita yang gigih
memperjuangkan hak kaumnya, maka Ayu Utami patut untuk diberi perhatian lebih. Perempuan yang lahir tahun 1968 ini dulunya merupakan
seorang jurnalis dan pendiri Aliansi Jurnalis
Independen. Lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia ini terkenal karena
karya-karyanya mengenai perempuan.
Ayu memiliki 8 karya berbentuk novel. Dari kedelapan
novel tersebut, Saman merupakan karya Ayu yang paling terkenal. Betapa tidak, novel
yang terbit beberapa hari setelah orde baru tumbang itu mengguncang rakyat
Indonesia karena isinya yang lain dari novel pada umumnya.
Orang awam yang membaca novel Saman pasti akan
menggelengkan kepala karena banyak sekali perbuatan seksual dan penuh kata-kata
kelamin disitu. Gaya kepenulisan ayu utami memang sangat vulgar dan blak-blakan.
Orang awam pun mencap karya Ayu tidak etis dan merusak moral. Reaksi yang
seperti itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih menganggap seks adalah
hal yang tabu untuk dibahas. Padahal, dalam novel tersebut terdapat makna yang
sangat dalam. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa sebuah teks hanya dapat
bermakna setelah teks tersebut dibaca (Iser dalam sugihastuti 2002:19)
Hadirnya novel “Saman” di era awal reformasi seperti
membuka wawasan pengetahuan rakyat Indonesia akan pentingnya peran wanita
selama ini. Era reformasi menjadi titik awal perubahan yang terjadi di
Indonesia. Bagai pintu bendugan yang dibuka semua, Arus Informasi dan segala
macam hal masuk tanpa bisa dibendung lagi. apa yang selama ini terbatas untuk
didapatkan karena reformasi mampu merasuk ke dalam pemikirisan setiap individu,
termasuk pemahaman dari barat.
paham feminism menjadi salah satu paham yang masuk
ke Indonesia. paham yang menginginkan persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan ini menyebar begitu massif di bumi nusantara. individu yang
tercerahkan karena paham itu sadar ternyata posisi wanita di negeri ini selalu
tertindas dan tereksploitasi oleh system patriarkat. feminism menawarkan
berbagai analisis mengenai penyebab, pelaku dari penindasan perempuan (Humm
dalam Wiyatmi, 2015:6)
Dalam setiap karyanya, Ayu mencoba menunjukkan
kepada masyarakat bahwa hubungan laki-laki dan perempuan tidak semata terbatas
pada hubungan biologis saja. Perempuan selama ini dianggap hanya patut berkutat
di lingkup domestic saja. Pekerjaan-pekerjaan public yang konon membutuhkan
tenaga lebih hanya bisa dilakukan oleh laki-laki. Perempuan bergerak untuk
memperjuangkan hak sesamanya.
kegigihan ayu utami dalam melawan hegemoni system
patriarkat yang mengakar kuat di Indonesia tergambar dalam karya yang
dikeluarkannya. Tokoh-tokohnya digambarkan sebagai sosok wanita mandiri yang
mampu menjadi sosok yang lebih dari laki-laki.
Dalam novel “Parasit Lajang” misalnya, Ayu Utami
memposisikan tokoh utama dalam novelnya sebagai perempuan yang mandiri. Dalam
novel itu si wanita menjadi sosok yang mampu lebih dari laki-laki. Novel yang
mengambil latar waktu akhir era orde baru semakin menunjukkan bahwa di zaman pemerintahan yang terkenal otoriter
tersebut, seorang wanita mampu memimpin gerakan literasi di bawah permukaan. Diskusi
mengenai masalah HAM hingga yang paling tabu sekalipun dipimpin si wanita tanpa
rasa malu dan takut.
Ayu utami mencoba menggugah kesadaran kita. Kondisi
perempuan Indonesia sedang dalam keadaan penuh dilemma. Diskriminasi diterima
perempuan Indonesia setiap hari. Intimidasi terhadap perempuan terus terjadi
tanpa pandang bulu. Lingkungan social Indonesia belum sadar gender.
Terlepas dari kontroversi yang ada, karya Ayu patut
diperhitungkan dalam kancah kesusastraan di Indonesia. Kegigihannya dalam
membawakan isu feminism di setiap karyanya memberi warna tersendiri. Semoga Ayu
Utami tetap konsisten dalam memperjuangkan hak kaumnya dan gerak langkahnya
mampu menginspirasi perempuan Indonesia lainnya.
***( AL )***
Referensi:
Sugihastui. 2002. Kritik
Sastra Feminis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wiyatmi. 2015. Kritik
Sastra Indonesia. Yogyakarta: Interlude.