Bagi orang yang tidak percaya, ternyata melamun itu
ada sisi positifnya. Melamun dapat
menyebabkan turunnya ide dan motivasi untuk menulis. Dan tulisan ini adalah salah satu bentuk dari hasil melamun
itu.
Tulisan ini berawal dari kegiatan penulis ketika
sedang menjemput adik saat jam pulang sekolah. Di depan gerbang suatu SMP di
bilangan pasar pon Kota Solo, diri ini menunggu sembari melamun. Mata melihat
lalu lalang anak-anak berpakaian biru putih di halaman sekolah. Nampak para
perempuan duduk bercengkrama dengan sesamanya. Beberapa laki-laki sibuk bermain
sepak bola dan berlari kesana kemari entah mengusili siapa. Ceria sekali mereka
sebab tidak nampak raut kesedihan pun kecemasan. Ya tipikal remaja pada umumnya
yang selalu ingin bermain dan main-main. Melihat mereka, mulut ini menggumamkan
kata-kata, “pernah ga ya, mereka menyadari, jika
di sekitar sekolah
mereka terdapat naskah-naskah kuno yang bisa membuat mereka lebih takjub dan
terheran-heran dengan isinya?”
Tak ada angin tak ada hujan, terbersit pikiran liar
yang diawali dengan pertanyaan, “pernah ga ya, pelajar di solo raya
mengetahui tentang keberadaan naskah kuno di kotanya beserta isinya?” pikiran
selintas yang cukup sulit untuk ditemukan jawabannya.
Kota Solo diberkati dengan adanya dua menara gading
penjaga marwah kebudayaan Jawa. Menara
gading itu mewujud dalam bentuk Kraton Kasunanan Surakarta dan Pura
Mangkunegaran. Kedua tempat ini adalah pusat pemerintahan kerajaan Jawa sekaligus
kebudayaan Jawa yang penting. Ia menyimpan koleksi ratusan, atau mungkin
ribuan, naskah-naskah kuno. Naskah-naskah tersebut terdiri dari beragam karya
sastra, ilmu pengobatan dan kesehatan, sejarah, dan lain sebagainya.
Naskah-naskah tersebut sarat dengan nilai-nilai
pengetahuan yang sangat penting. Ambil contoh satu naskah geger pacinan
yang ada di pura mangkunegaran. Naskah tersebut menceritakan detail bagaimana geger
atau konflik tersebut terjadi sejak dari awal mula hingga berakhirnya. Bisa
juga belajar dasar-dasar kepemimpinan melalui naskah Taj As-Salatin atau
biasa dikenal dengan sebutan sulalatussatlatin karya Bukhari Al Jauhari
yang melegenda dan jadi rujukan utama untuk mendidik para calon pangeran zaman
dahulu.
Naskah-naskah ini terdiam di dalam rak perpustakaan Pura
Mangkunegaran dan Kraton Kasunanan. Naskah-naskah ini hanya terjamah oleh para
peneliti, kalau tidak mahasiswa tingkat akhir, dalam rangka penelitian. Jarang
penulis temui ada anak muda usia sekolah datang ke perpustakaan untuk sekadar
tahu bahwa ada naskah kuno disana.
Diri ini membayangkan sebuah naskah akan, katakanlah,
berfungsi, jika ia digunakan sebagai media pembelajaran. Bukan tidak mungkin
naskah kuno juga akan menjadi sumber atau rujukan belajar sebab banyak
nilai-nilai didaktis yang terkandung di dalamnya. Penulis pikir impian diatas
akan benar-benar terjadi ketika ia berada di sekolah.
Pemerintah sebenarnya telah menganjurkan kepada seluruh
elemen, khususnya lembaga pendidikan, untuk menggunakan naskah kuno sebagai
rujukan belajar. Himbauan tersebut
diatur dalam Undang- Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan
Kebudayaan. Naskah perlu jadi rujukan belajar dan
patut untuk diperhatikan. Harapannya, masyarakat indonesia tidak melupakannya
dan kembali mempelajarinya.
Penulis pikir Perguruan Muhammadiyah Kotabarat menjadi lembaga pendidikan
yang perlu untuk membuka diri terhadap kemungkinan diatas. Gaya mengajarnya
yang mencoba mengakomodasi siswa tentu merangsang siswa untuk terus penasaran
dan melakukan ide kreatif. Rasa penasaran yang tinggi adalah kunci untuk
menuntun siswa mengetahui tentang naskah-naskah kuno yang tersebar di soloraya,
khususnya yang tersimpan di kraton.
Bisa diawali dari kunjungan ke Kraton. Agendakan kunjungan kesana dan
usahakan untuk mencoba mengunjungi perpustakaannya. Tujuannya untuk memberi
tahu siswa bahwa kraton memiliki perpustakaan yang bisa dikunjungi orang umum.
Lalu pustakawan kraton akan menunjukkan beberapa koleksi naskah. Buku-buku yang
bertahan dari lembabnya iklim dan pengapnya perpustakaan itu akan membuka
dirinya kepada para siswa dan terlihatlah kandungan isi naskah yang tertulis
dalam aksara jawi, jawa, maupun pegon. Jika beruntung, para siswa dapat melihat
iluminasi atau corak yang menghiasi naskah. Iluminasi yang tergambar terkadang
menggambarkan apa yang diceritakan dalam suatu naskah. Biasanya terbuat dari
bahan khusus seperti emas atau sepuhan perak.
Jika siswa sudah mengetahui keberadaan dan kondisi naskah, maka tinggal
merangsang siswa untuk aktif mencari dan mempertanyakan naskah itu. Hal yang
perlu diketahui seputar naskah seperti bentuk iluminasinya, kertas yang
digunakan, penulis naskah, bagaimana cara membuatnya, apa yang ditulis dalam
naskah, dan lain sebagainya.
Pada akhirnya, naskah kuno akan menjadi sumber sekaligus media pembelajaran
bagi murid Perguruan Muhammadiyah Kotabarat. Ia akan berfungsi sebagaimana
mestinya. Nilai-nilai didaktis yang terkandung akan kembali membumi di
masyarakat dan menjadi bagian dari gerak hidup masyarakat itu. Mengapa begitu?
Karena pendidikan adalah cara paling ampuh untuk membentuk pribadi individu dan
pelan-pelan mengubah kultur masyarakat.
***
Yogyakarta, 20 Maret 2020
ditulis oleh Sholahuddin Al Ayubi
dalam rangka Milad 2 Dekade
Perguruan Muhammadiyah Kotabarat