Menjadi seorang
anggota DPR merupakan suatu kehormatan bagiku. Betapa tidak, seorang rakyat
biasa mampu menjadi seorang
anggota dewan dan bekerja di Graha Nusantara. Tidak
pernah terpikir sebelumnya olehku bahwa aku bisa menjadi “wakil rakyat”. Prestise yang
didapat dari menjadi anggota DPR membuat kedudukan kita berbeda di mata
masyarakat.
Menjadi anggota
dewan bukanlah suatu perkara yang mudah. Terkadang kita, manusia, sering
terlena dari kewajiban kita.
Terkadang keadaan serba berkecukupan membuat kita lupa untuk melihat ke bawah. Beban
tugas yang banyak malah menjadi alasan untuk menuntut hak lebih. Hingga muncul pertanyaan, anggota DPR itu sebetulnya mewakili
siapa: Rakyat atau Partai Politik-nya?
Menghapus stigma, “anggota dewan merupakan keterwakilan kaum borjuis” memang sedikit
sulit, salah bertindak, beribu intrik akan cepat menyebar. Segala hal yang berkaitan dengan anggota DPR selalu
disorot. Dengan masa jabatan yang hanya 5 tahun, anggota DPR dituntut untuk efektif dalam pengambilan keputusan mengingat
begitu bayaknya RUU yang harus segera diselesaikan dan ekstra
hati-hati karena setiap
kebijakan yang mereka ambil menyangkut kesejahteraan rakyat dan masa depan
negeri ini.
Mencermati
kualitas anggota DPR
saat ini yang terlihat tidak benar-benar memahami persoalan bangsa, saya ingin, jikalau
sekiranya saya jadi bagian dari mereka, saya akan melakukan pembenahan di berbagai hal, utamanya hal – hal berikut:
- Mengerti dan memahami betul masalah kenegaraan.
Betul, masalah kenegaraan. Hal ini menjadi poin utama yang
akan saya coba ubah jika saya menjadi anggota DPR. Mengapa saya ingin mengubah
hal ini? Karena saya merasa seseorang, siapapun itu, ketika mencalonkan diri
menjadi anggota legislatif mereka sebenarnya tidak tahu untuk apa dan mengapa
mereka jadi anggota legislatif. Kebanyakan orang menganggap DPR merupakan
“mesin penghasil uang” yang paling menguntungkan, karena memang setiap proyek
pasti harus melewati meja DPR. Anggota dewan harus bisa memperjuangkan tercapainya
kesejahteraan rakyat melalui perannya sebagai lembaga negara di legislatif tanpa
harus mengorbankan moral demi urusan perut diri sendiri.
Inilah mengapa hal ini menjadi fokus utama perubahan yang
akan saya mulai agar para anggota legislatif memfokuskan diri untuk selalu berfikir
dan berfikir mengenai apa dan bagaimana masalah Negara dan bagaimana mencari
pemecahannya. Para anggota DPR harus tahu seluk beluk Negara, masalah apa yang
dihadapi dan kondisi terkini yang sedang dihadapi masyarakat, utamanya
menyangkut masalah kesejahteraan.
- Paham arti demokrasi sesungguhnya.
Dari rakyat, oleh rakyat, untuk
rakyat. Jargon ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Kalimat sederhana
yang sarat makna yang dicetuskan oleh Abraham Lincoln ini memang cocok
dijadikan pedoman bagi anggota dewan kenapa mereka disebut wakil rakyat. Dari
rakyat dan untuk rakyat bukanlah slogan semata.
Setiap orang dengan bebas dan
merdeka penuh menentukan sikapnya, dalam hal ini memilih kepala daerah atau apa
saja. Itulah esensi demokrasi. Dunia menyebutnya "one man one vote"
(satu orang satu suara). - Sedikit Bicara Banyak Bekerja.
“Satu tindakan
nyata lebih bermanfaat dari seribu retorika”. Kata – kata yang disampaikan oleh
lisan dapat menggambarkan isi kepala pembicaranya. Akan tetapi, jika terlalu
banyak berbicara, kita malah terlihat tidak ada apa-apanya ketika disuruh untuk
melakukan aksi nyata. Hal seperti inilah yang harus kita hindari. Pembahasan
panjang yang bertele-tele akan menghabiskan waktu. Dengan beraksi nyata, hal
ini akan memperbaiki citra kita (baca ‘DPR’) di masyarakat bahwa kita juga bisa berbuat lebih dari
sekedar berbicara. Usahanya yang maksimal, hasilnya biar rakyat yang menilai. Mengutip
kata – kata negarawan yang saat ini Wakil Presiden RI, yakni Bapak Jusuf Kalla
amat tepat untuk ini:“Saya tidak
melanggar peraturan, saya mengubah aturan. Saya memadukan 2 hal, mencapai hasil
namun tertib asa”
- Menjadi teladan
Menjadi
berbeda dari orang kebanyakan memang menarik. Kita mencoba mengambil jalan yang
tidak umum demi tercapainya suatu impian yang sudah kita tetapkan. Orang sering mencemooh
kita dan menganggap kita ‘orang aneh’ karena mengambil jalan yang berbeda dari
mereka.
Ada baiknya bila kita mampu bertindak
‘Lead by Example’ alias memimpin dengan menjadi contoh. Dengan menjadi teladan,
kita menempatkan diri kita menjadi salah satu sosok panutan yang patut
dikagumi.
- ‘Memanusiakan manusia’
Politik saat ini berbeda dari politik yang terjadi pada saat
sebelum reformasi. esensi humanisme di dalam proses politik itu sendiri telah
berubah. Artinya, esensi politik kini tak lagi berpijak pada deon (keharusan
moral), melainkan hanya berpijak pada telos (tujuan yang hendak dicapai).
Sehingga, orientasi politik akhirnya hanya berfokus pada strategi dan cara
meraih kekuasaan. Hal ini tidak akan saya lakukan. Saya berprinsip bahwa proses
dan tujuan -dalam berpolitik- berharuslah sama–sama dilakukan dalam
(ke)baik(an).
‘Memanusiakan manusia’ dalam arti bahwa sesama rakyat
Indonesia, baik anggota DPR ataupun bukan, diperlakukan dengan santun dan
senasib. Oleh karenanya, saya sebagai anggota DPR akan peka terhadap
kondisi atau keadaan rakyat terkini, sehingga tindakan yang diambil tidak menyakiti hati
mereka, semisal menunda kunjungan kerja ke luar negeri di saat banyak daerah -
daerah yang terkena musibah kabut asap dan kekeringan, dan menggantinya dengan
“program turun ke bawah” ke daerah tersebut untuk
Menyuarakan aspirasi masyarakat pun akan saya lakukan
tuntas, tidak terhalang masalah gender. Sudah kodrat bahwa lelaki dan perempuan
berbeda dalam peran domestik masing-masing, namun tidak berbeda dalam hak
sebagai warga Negara, hal ini saya pahami betul.
Saya mencoba mengajak kepada para
anggota dewan agar merapatkan barisan dan melangkah bersama dengan tetap
menghargai perbedaan di antara kita dan menghormati prinsip hidup yang ada di
setiap individu demi terciptanya negeri Indonesia yang makmur sejahtera. Saya
ingin ada perubahan pada lembaga legislatif ini dan memurnikan kembali perannya
sebagai wakil rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar