Senja tersaput indah di atas langit
ketika aku melangkahkan kaki keluar dari kompleks kampus kedokteran UGM*.
Rutinitas pulang dikala matahari terbenam menjadi hal biasa dalam kehidupanku. Materi
kuliah hari ini terasa hangat di dalam otak ketika diri ini mencoba untuk
merebahkan badan di sandaran kursi bus Trang Jogja. Di dalam bus kota yang
membawa ku pulang, ada satu hal yang mencuri pandanganku. Kotak putih dengan
palang merah menyala menggantung anggun di tiang yang dipunggungi sang supir.
“Bahkan persediaan obat di bus kota lebih
lengkap daripada di puskesmas,” Batinku dalam hati. Selintas, perkataan
tersebut terdengar biasa saja. Akan tetapi, kata-kata tersebut bisa menjadi
gambaran dari kondisi instansi kesehatan di negeri ini.
Bila ada berita yang mengangkat isu
seputar kesehatan, bisa dipastikan narasi yang digunakan selalu masalah
infrastruktur yang tidak memadai lagi timpang antara daerah yang satu dengan
yang lain. Kondisinya bahkan sangat miris bila kita melihatnya dalam bentuk
foto yang ditampilkan oleh media massa baik elektronik maupun cetak. Bila sudah
begitu, kami selaku garda terdepan kesehatan tidak kuasa untuk membela diri.
Kenyataan seperti itu memang benar adanya.
Lagi-lagi, pembangunan yang terkesan
jawa-sentris menjadi kambing hitam atas tidak meratanya infrastruktur kesehatan
di luar jawa. Menyalahkan pemerintah yang abai menjadi alasan yang selalu
diulang-ulang bila masalah muncul. Sikap menunggu bantuan dari pusat seperti
menjadi satu-satunya solusi jitu. Tapi, benarkah tidak ada solusi lainnya ?
Dokter harus bisa memahami dan peka, itu
pengingat dari saya. Kenapa ? Karena, mau bagaimanapun, persoalan infrastruktur
ini berkaitan dengan pengambilan kebijakan. Pengambilan kebijakan bisa berasal
dari instansi pemerintah, lembaga kesehatan, maupun lembaga social masyarakat.
Dokter yang baik harus memahami bagaimana proses pengambilan kebijakan itu
berlangsung.
Bila kita sebagai dokter mengerti
bagaimana aturan mainnya, maka kita bisa mengetahui bagaimana pola distribusi
alat-alat kesehatan. Pola distribusi yang baik adalah yang melibatkan peran
serta pemerintah, pihak pemodal, dan masyarakat. Keterbukaan informasi dan
kesediaan dana menjadi modal penting yang perlu dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat banyak. Mereka harus saling bersinergi.
Pengadaan barang dalam jumlah banyak
pasti sudah diperhitungkan dengan cermat. Pengawasan dari para dokter yang akan
menerima hasil pengadaan tersebut juga perlu ditingkatkan agar barang tersebut
benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai, puskesmas di desa kalah fasilitas
dengan P3K di dalam bus kota.
(AL)
Yogyakarta, 4 Oktober 2018
*Tulisan ini dibuat sebagai bentuk jawaban atas tantangan yang diberikan Adibah Afriastini Wenni untuk menulis mengenai isu kesehatan
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi masker
BalasHapus