Rabu, 28 Maret 2018

Mahaguru Para Jomblo itu Bernama Dilan


Sebagai pemuda yang hidup di era digital, kebutuhan untuk nonton menjadi kewajiban yang sifatnya Wajib Ain’. Kesehariannya yang terpapar gawai dengan segala hiruk pikuknya di linimasa membuatnya harus selalu up to date mengenai informasi terkini, terutama soal film yang akan tayang. Menjadi hal yang wajar jika kemudian diri ini menganggap menonton film di bioskop menjadi kewajiban bagi anak muda generasi millennial.

Sebagai generasi millenial yang terpapar gawai, sering ketika diri ini sibuk menaik-turunkan linimasa melihat banyak unggahan berbau Dilan. Mulai dari foto hingga video, semua serba Dilan. Quote-nya yang baperin menjadi komoditi bagus untuk menarik minat para warganet di linimasa untuk sekadar berbagi jempol atau mengetuk layar dua kali agar muncul gambar hati.

Dilan dipasarkan secara massif di internet. Ceritanya yang menye-menye berhasil menarik minat anak muda jauh sebelum film itu resmi tayang. Trailernya yang "romantis" berhasil membuat kawula muda baper massal. Bagaimana cara Dilan memperlakukan perempuan sampai berhasil membuat si gadis klepek-klepek benar-benar membuat penasaran para jomblo yang gebet mulu jadi kagak. 

Pada saat itu, awal tahun 2018, memang sedang tenar-tenarnya film “Dilan”. Film ini diangkat dari novel karya Pidi Baiq dan memang akan tayang pada awal tahun 2018, tepatnya di bulan Januari. Novel yang mengambil kisah cinta remaja anak SMA di tahun 1990 membuatnya digilai anak muda. Gaya penceritaannya yang ringan dan khas anak muda membuatnya mudah dicintai para pembacanya. Maka, wajar ketika animo masyarakat yang ingin menonton pun sangat tinggi. Beberapa perusahaan pun memberi voucher nonton gratis sekaligus meet n greet dengan pemerannya sebagai usaha pemasaran agar film tersebut semakin banyak peminatnya. Film tersebut benar-benar booming.

Saya adalah salah satu anak muda yang terkena efek pemasaran Dilan. Kemarin, tepatnya tanggal 31 Januari yang lalu, diri ini melunasi janji yang diucapkannya di akhir tahun untuk nonton. Ya, laki-laki ini sudah berjanji dengan temannya untuk nonton di bioskop, berdua saja. Untuk urusan film, agaknya Dilan patut dipertimbangkan untuk ditonton di bioskop secara langsung, mumpung, momennya pas.

Kami berdua akhirnya pergi ke salah satu bioskop ternama di Yogyakarta. Berada di bilangan Klitren, Gondokusuman, kami berdua pun nekat menerobos derasnya hujan di malam hari demi janji yang terucap. Berbekal mantol, kami tiba di lokasi saat film yang akan kami tonton akan tayang 60 menit lagi. Maka, mau tidak mau kami harus menunggu. 

Sembari menunggu, diri ini mencoba mengingat kembali apa yang sudah pernah dibaca dalam buku karya Pidi Baiq. Novel karya Pidi Baiq itu ada tiga, satu berdasar sudut pandang Dilan tentang Milea, dua lagi berdasar sudut pandang mengenai Dilan menurut Milea. Film yang akan saya tonton ini mengambil karya Ayah Pidi yang pertama, yaitu Dia adalah Dilanku tahun 1990. 

Buku edisi pertama dan yang akan saya tonton kali ini merupakan buku pertama yang menceritakan mengenai awal kisah asmara antara Dilan dan Milea. Berlatar waktu tahun 1990, Ayah Pidi mengajak pembacanya untuk turut kembali mengalami masa-masa cinta monyet khas anak SMA. Gambaran Dilan yang pecicilan lagi romantis begitu lekat di benak pembaca saat berkenalan langsung mengenai sosok Dilan melalui penuturan Milea.

Gambaran ini sesuai dengan apa yang divisualisasikan dalam scene pertama film. Sosok Dilan yang pecicilan ditampilkan dalam tampilan saat dia memimpin teman-teman gengnya konvoi di jalan raya. Sambil menggeber motor CB miliknya, dia dan teman-temannya mengacungkan tongkat beserta perlengkapan tempur lainnya tuk mulai melaksanakan peperangan, atau dalam hal ini aku lebih suka menyebutnya unjuk kekuatan kepada geng sebelah. 

Gombalan Dilan juga ditampilkan lengkap pada film ini. Kata-kata “Rindu itu berat, kamu ga akan kuat, biar aku saja.” merupakan salah satu gombalan yang dinantikan pemirsa. Wajar, karena kata-kata tersebut muncul pertama pada trailer film Dilan. Reaksi penonton ketika melihat kembali kata-kata itu diucapkan pada satu scene utuh ternyata tetap tidak mampu membuat reaksi penonton untuk tetap B aja. Penonton tetap terpukau dengan akting Iqbal Ramadhan dalam meluncurkan gombalannya, terutama bagian rindu itu berat. Sungguh, saya yakin, 80 persen penonton yang datang ke bioskop hari itu memiliki tujuan utama untuk mengetahui secara pasti scene ketika kata-kata rindu itu berat diucapkan. 

Film ini memiliki durasi 110 menit. Teman nonton saya beberapa kali memejamkan mata karena tak kuat melihat adegan gombalannya menahan terpaan angin bioskop yang mengundang kantuk. Saya, sebagai penonton yang tuntas membaca bukunya dengan umpatan di setiap bab nya karena geli dengan betapa menyenya kisah mereka berdua, sebenarnya menaruh ekspektasi tinggi bahwa film ini akan mirip dengan apa yang ada di dalam buku.

Nyatanya, ada beberapa adegan di film yang menurutku tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam buku. Bagian ketika bertemu Kang Adi misalnya. Pada scene tersebut, sosok Kang Adi hanya digambarkan sebagai laki-laki berotak encer yang hanya bisa terdiam membisu ketika tahu calon gebetannya ternyata sudah dimiliki oleh sosok keren lainnya. Di setiap kemunculannya, dia hanya bisa terdiam membisu, bicara pun sekenanya. Padahal, di buku, sosok Kang Adi digambarkan sebagai lelaki yang tetap berjuang sebelum janur kuning melengkung. Dia berusaha mendapatkan perhatian Milea bagaimanapun caranya. Termasuk bagaimana Kang Adi menunjukkan rasa cemburu dan ketidaksukaan terhadap sosok Dilan secara langsung tanpa tendeng aling-aling.

Bagian ketika Milea ditampar Anhar juga terkesan dipaksakan. Milea, yang sejak awal memang tidak bisa pisah dari Dilan, mencari keberadaan Dilan di warung Bi ‘Eem. Nahas, selain disana tidak menemukan Dilan, dia digoda oleh Anhar yang notabene orang kedua di geng motor pimpinan Dilan. Anhar merayu Milea hingga jengkel sehingga mendapat makian dari mulut Milea. Makian itupun berbuah tamparan yang mendarat keras di wajah cantik Milea. 

Tamparan tersebut rupanya menjadi awal pertengkaran dua sosok berpengaruh di sekolah itu. Perkelahian pun tak terhindarkan diantara keduanya. Adegan mereka berkelahi diambil dengan sangat bagus oleh kameramen, detail pada setiap sudutnya sehingga adegan itu tampak nyata. Sosok dilan yang jagoan berhasil ditampilkan walau menurutku, bagaimana dilan memunculkan sifat garang dalam perkelahiannya tidak terlalu tampak karena dia lebih menunjukkan raut muka menyerigai saja.

Walau bagaimanapun, film ini berhasil membuat baper insan muda Indonesia. Penonton yang dibuat penasaran melalui trailer film itupun akhinrya terpuaskan dengan sosok dilan yang pacar-able. Kisah romantis yang disuguhkan selama 110 menit itupun sukses membuat para jomblo yang gebet mulu jadi kagak memiliki 1001 cara baru untuk mendapatkan gebetan dengan cara yang jitu. 

Pun aku. Sebagai seorang lelaki, sosok Dilan memberi refleksi tersendiri kepada penulis bagaimana cara memperlakukan perempuan. Sosok Dilan yang melindungi Milea dan selalu ngemong berhasil membuat sosoknya begitu berarti dimata Milea. Betapapun receh gombalannya, sosok Dilan akan tetap dikenang.

***( @AlMubarockal )***

Jumat, 09 Maret 2018

Kontemplasi #2

Bisik angin pagi membangunkanmu dari lelap tidur.
Bergegas kau ambil gawai, memastikan ada pesan masuk untukmu.
Yang kau nanti tak kunjung kau dapat, meski sekadar ucapan hati-hati.



Nun jauh disana, kekasihmu tengah duduk bersandar di kursi santai.
Ditemani secangkir kopi panas yang mulai basi,
Sibuk memikirkan kata-kata yang tak kunjung jadi.
Sesekali matanya melirik ke arah gawainya, mengambilnya, lalu mulai mengetikkan kata, "Hati-Hati".
Tapi kekasihmu ragu untuk mengirimkannya kepadamu,
Maka dihapus lagi pesan itu.
Kemudian kembali tenggelam dengan tulisannya, sambil sesekali bergumam, "Hati-Hati".



Yogyakarta, 8 Maret 2018

Minggu, 04 Maret 2018

Tempat untuk Jomblo adalah di SBC



Saat itu cuaca mendung. Angin malam yang bertiup dari daratan akibat tingginya tekanan di darat terasa lembab ketika tubuh ini tiba di daerah klebengan. Cuaca yang berawan disertai cipratan air dari atas malah mengundang tanya kenapa kami nekat keluar untuk makan malam sedangkan di jok motor tidak ada mantel hujan.

Sebabnya,  Dua Insan yang kelaparan itu sudah saling berjanji untuk mengadakan santap makan. Janji yang terjalin tersebut membuat mereka menembus gelapnya malam menuju rumah makan yang disepakati. Dua insan itu pergi menuju ke SBC untuk meredakan gemuruh dalam perutnya.

Saiful, Bambang, dan Catur,  tempat itulah yang kami tuju. Rumah Makan yang biasa disingkat SBC ini berada di daerah Gayamsari, bersebelahan dengan Burjo “pergerakan” Samiasih. Warung makan yang mengambil tempat di sebuah rumah kontrakan yang sudah dimodifikasi ini berada di jakal KM 4.5 dengan nomor rumah E7. 

SBC memiliki tagline Spesial Cah Kangkung. Nyatanya, Menu yang disajikan di SBC beragam. Mulai dari makanan laut hingga makanan darat tersedia. Tentu saja, cah kangkung sebagai komoditi utamanya tetap dijadikan andalan. Cah kangkung yang disajikan tidak sendirian, cah kangkung ini juga memiliki variasi. Setiap menu makanan yang diberikan kepada pelanggan disajikan berduaan berdampingan dengan cah kangkung dalam satu piring makanan yang dipesan. Maka tidak heran apabila SBC dijuluki special cah kangkung karena alasan diatas.

Hindangan tiba. Sepiring cumi dan segelas air panas tersaji di hadapanku. Pun dengan teman makan saya yang akan menyantap udang tepung kesukaannya. Tentu saja, cah kangkung yang menjadi andalan SBC menemani piring kami berdua. Tempatnya yang bersih dan full music membuat kami yang duduk disana bisa bersantap dengan nyaman. Lampu yang bersinar terang membuat para pelanggan yang duduk berbincang disana bisa melihat ekspresi lawan bicaranya secara jelas. 

Disela-sela makan, teman makan saya nyeletuk, bahwa tepat di belakang saya ada tempat duduk khusus untuk aku. Awalnya, diri ini tidak sadar apa maksudnya, tapi ketika menoleh kebelakang otak saya yang lambat akademik  langsung berpikir cepat dan menemukan satu kata yang tepat untuk menggambarkan diri ini: JOMBLO. 

Ya, Tempat duduk tersebut benar-benar sendirian. Hanya ada satu meja kecil dan satu kursi saja. Tempat duduk tersebut tidak terletak di sudut ruangan seperti yang teman-teman bayangkan. Tempat duduk tersebut terletak di tengah ruang agak di belakang. Pengunjung yang datang akan dengan mudah melihat tempat duduk tersebut. Di saat pengunjung lain makan berhadap-hadapan, maka si pengunjung yang memilih tempat duduk jomblo itu akan berhadap-hadapan langsung dengan tembok.

Tempat duduk tersebut hanya ada satu. Maka beruntunglah ia yang jomblo lagi belum memiliki pasangan bersantap makan disana. Kursi Jomblo yang terdapat di sana membuat para jomblo di kalangan mahasiswa merasakan nikmatnya makan sendirian sambil mengerjakan tugas, atau  merenungi hidup jika mau.  Makanan yang tersedia tidak terlalu asin, tanda sang jomblo tidak perlu terburu-buru menikah agar bisa menikmati lezatnya masakan khas SBC. Benar-benar tempat yang menyenangkan untuk sang jomblo. 

Yogyakarta, 4 Maret 2018

AlMubarockal 
dengan diiringi lagu your call nya Secondhand Serenade.